Beranda Nasional Pena 98, “Untuk Alasan Apapun Kita Tidak Mau Kembali ke Orde Baru”

Pena 98, “Untuk Alasan Apapun Kita Tidak Mau Kembali ke Orde Baru”

1561
0
BERBAGI

IMN News, Jakarta – Mantan aktifis 98 yang tergabung dalam “PENA 98” mengadakan penutupan Pameran foto dan diskusi “Refleksi 20 Tahun Reformasi dan Buka Bersama” yang diselenggarakan di gedung Graha Pena 98 Jl.Kemang Utara 22 Jakarta (21/5/2018).

Hadir dalam acara tersebut diantaranya Sekjen Pena98 Adian Napitupulu, Fendy Mugni, Mustar Bonaventura, Ahmad Yusrizal, Arnold Tehu, Firman, Marojahan Napitupulu, Pdt.Roy Simanjuntak, Sopian, Ustd Hasan Basri dan segenap lapisan masyarakat dari berbagai wilayah JABODETABEK (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi).

Dalam sambutannya Sekjen Pena98 Adian Napitupulu memaparkan hari ini Tgl 21 Mei 2018 merupakan 20 tahun Suharto menyatakan mundur dari kursi kepresidenan yang telah berkuasa di republik ini selama 32 Tahun. Kita mencoba memperingati dengan mengadakan pameran foto di 11 Profinsi di 29 kampus perguruan tinggi di berbagai daerah mulai dari Aceh, Sumatra Utara, Jawa, Sulawesi, Bali dan lain sebagainya.

Acara ini perlu kita sampaikan kepada masyarakat untuk selalu mengingat apa yang pernah diperjuangkan oleh kawan – kawan bahwa sesungguhnya perjuangan itu bukanlah sesuatu yang mudah. Apa yang kita nikmati hari ini tidak bisa dilepaskan dengan hasil perjuangan 20 Tahun yang lalu. Kebebasan berserikat, berkumpul berorganisasi, membuat partai politik, pemilihan umum langsung, pilkada langsung, kebebasan pers dan lain sebagainya adalah bagian dari buah reformasi.

Walaupun kemudihan banyak diantaranya yang dulunya kita identifikasi bagian dari kelompok Cendana justru menjadi penikmat reformasi. Kalau kemudian saat ini banyak orang yang mengatakan saya reformis dan sebagainya, saya mengajak rakyat untuk melihat sejarahnya. Karena tidak semua tokoh – tokoh politik saat itu bisa mengatakan dirinya refomis.
Kalau salah satu dari tuntutan reformasi adalah menolak Soeharto, dan mengganti Soeharto dan itu diawali dengan pemilu Tahun 97 maka semua yang mendukung Soeharto di pemilu 97 sebenarnya tidak bisa dikatakan pro reformasi ujar Adian.

Seingat saya yang menolak pemilu 97 dalam artian menolak kembali pencalonan Suharto tidak dilakukan oleh banyak orang. Hampir semua yang mengaku menjadi pahlawan reformasi hari ini tokoh – tokoh lama itu dalam cacatatan sejarah kita mereka adalah pendukung berat Soeharto dengan memilihnya kembali pada pemilu 1997.

Adian juga memaparkan dalam catatannya bahwa dalam dua hari Tanggal 13 – 14 Mei 1998 dalam datanya tercatat ada 149 orang perempuan yang diperkosa, 1190 orang mati dengan tubuh terbakar, 27 orang dibunuh dengan senjata tajam, 13 pasar hancur, 2476 ruko, 1604 toko, 4 bengkel, 1026 rumah dan tempat ibadah, 1119 mobil, 821 motor rusak hancur dibakar serentak dalam waktu dua (2) hari di berbagai wilayah di Indonesia.

Dari luasnya dan keserentakan peristiwa itu kita bisa menyimpulkan bahwa ada kekuatan besar yang menggerakkan itu. Dan sampai hari siapa pelaku sampai hari ini tidak terungkap sampai hari ini. Itu semua diluar korban dari mahasiswa yang menjadi korban di berbagai wilayah. 20 Tahun kita telah menunggu siapa yang sanggup mengungkap semua peristiwa tersebut sampai hari ini belum ada, itu menandakan bahwa kekuatan pelaku masih sangat besar secara politik maupun ekonomi.

Namun demikian saya tidak akan putus asa ujar Adian penuh dengan keyakinan, cepat atau lambat semua pasti terbongkar. Orang katakan engkau bisa membohongi beberapa orang untuk beberapa waktu, tapi tidak bisa membohongi banyak orang untuk selamanya. 2019 sampai dengan 2024 kekuatan aktifis 98 sudah menyebar dibanyak posisi baik dipemerintahan, swasta, birokrasi, diperusahaan dan sebagainya kita akan memaksa dengan kekuatan yang kita miliki antara 2019 sampai 2024 pelaku harus diungkap tandas Adian.

Ini menjadi penting, kalau tidak mengungkap siapa pelaku dari banyaknya korban tadi, itu sama saja membuka kemungkinan berulangnya peristiwa seperti itu dimasa yang akan datang, hal itu jangan sampai terjadi atau terulang kembali di Indonesia. Tahun 2019 adalah tahun perang dalam tanda kutip yang kedua kalinya antara mereka yang pro reformasi dan mana yang mendukung kelompok Cendana. Kita tengarai kelompok tersebut akan menggunakan dengan berbagai cara untuk merebut kekuasaan di Tahun 2019. Oleh karenanya kami tetap sepakat bersama dengan dengan kawan lainnya tetap menolak kembalinya orde baru, pungkasnya Adian dalam sambutannya.

Selesai acara pameran foto refleksi 20 Tahun reformasi ditutup dengan do’a oleh Al – Ustd “Hasan Basri Cmg” yang juga merupakan Bendahara POSPERA (Posko Perjuangan Rakyat) Kota Bekasi, dilanjutkan dengan acara berbuka puasa bersama. (alx)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here