IMN News, Jakarta – Jokowi tak pernah berambisi jadi presiden. Namun takdir politik berkata lain, pengusaha mebel ini sukses meniti karier dari Wali Kota Solo, Gubernur DKI, menuju Istana Negara, dalam tempo cepat. Kisah awal presiden kerempeng ini terjun ke politik pun cukup menarik.
“Bagaimana saya mengawali kiprah politik? Selalu jawaban saya sederhana untuk pertanyaan ini. Tercebur. Ya, memang tercebur, saya tidak pernah meletakkan kata politik di dalam target hidup saya. Sama sekali,” demikian kata-kata Jokowi dalam buku official memoar ‘Jokowi Memimpin Kota Menyentuh Jakarta’ karya Alberthiene Endah, seperti dikutip detikcom, Rabu (23/7/2014).
Jokowi awalnya adalah seorang pengusaha mebel. Paruh kedua dasawarsa 90-an adalah masa kejayaan Jokowi di kancah bisnis, peruntungan di usaha mebel sangat baik. Bisa dikatakan Jokowi berada di zona aman. Ekspor stabil, kebutuhan di Solo dan kota-kota di Jawa stabil.
“Pasca krismon, nilai dolar yang membumbung membuat pendapatan dari ekspor juga membengkak,” ujarnya.
Namun demikian Jokowi tak merasa lega. Sebab banyak masyarakat yang sengsara. Situasi saat itu sangat ironis. Di saat masyarakat di luar Solo mengakui kotanya sebagai cagar budaya, justru warga kampung-kampung penghasil karya seni khas hidup susah.
“Itulah yang kemudian mendorong saya untuk membidani lahirnya organisasi yang memayungi pengrajin dan pengusaha mebel di Solo. Sebuah kancah uang akhirnya membawa saya ke dunia politik. Sebuah kancah yang semula amat jauh dari kehendak saya,” kata Jokowi di buku tersebut.
Ada fenomena muram yang mengawang di atas pamor Solo sebagai salah satu kota wisata populer di Indonesia. Sudut-sudut kota tak terawat, hotel tak laku, juga potensi wisata yang mati suri. Keagungan Solo seperti surut, Jokowi pun bertanya dalam hati pembangunan ini milik siapa dan untuk siapa?
“Saya merasa bersalah jika hanya sibuk memikirkan bisnis saya. Bayangkan banyak pedagang kecil, orang-orang pinggiran, dan masyarakat yang disikapi tak adil terus menghantui. Seperti ada panggilan yang menghampiri saya,” kata Jokowi.
Jokowi memprakarsai pembukaan cabang Asmindo, sebuah organisasi pedagang mebel yang menaungi pedagang mebel di seluruh Indonesia dan lebih dari 140 pengusaha mebel dan kerajinan di Solo. Organisasi itu dihidupkan Jokowi di Solo mulai 11 Juli 2002. Jokowi pun didaulat jadi ketuanya.
Aktivitas Jokowi di organisasi ini kemudian disorot oleh orang-orang politik. Pada tahun 2004 para pengurus dan anggota Asmindo Komda Surakarta banyak kasak-kusuk.
“Saya mendengar ada selentingan Pak Jokowi maju saja sebagai wali kota,” ujar Jokowi mengutip omongan orang Asmindo.
Sama seperti saat didorong nyapres, kala itu Jokowi hanya tertawa. Jokowi mengaku tak punya niat maju menjadi wali kota Surakarta. Rezeki di bisnis mebel sudah merupakan berkah bagi Jokowi. Jokowi mengaku tak punya impian di politik.
“Yang lebih menggelikan lagi saya ini tak pernah bersentuhan dengan politik. Saya tidak pernah tertarik bergabung dengan partai tertentu dan tidak pernah berkecimpung di ajang-ajang yang berhimpitan dengan politik atau pemerintahan,” katanya
Namun demikian dorongan rekan-rekan seorganisasi terus berdengung. “Ayolah, Pak! Sudah ada partai yang mengincar Bapak,” kata Jokowi menirukan ucapan rekan-rekannya kala itu.
Memasuki tahun 2005 suara-suara bujukan itu menjadi dorongan yang sangat kuat. Secara resmi pengurus Asmindo mendorong Jokowi maju sebagai calon wali kota Solo. Jokowi tak lagi tertawa, namun ia tetap menolak.
Namun pada akhirnya Jokowi menemukan ‘panggilan’ itu. Jokowi salat istikharah meminta petunjuk Allah. Kemudian ia berbicara dengan istri dan menelepon anak-anaknya yang sekolah di Singapura. Respons keluarga Jokowi seragam.
“Untuk apa Bapak mencalonkan diri jadi Wali Kota? Saya tidak setuju. Saya lebih suka Bapak yang sekarang. Yang tidak jadi pejabat dan tidak main politik,” kata si sulung, Gibran, memprotes rencana politik Jokowi itu.
Namun keputusan Jokowi sudah matang. Anak dan istrinya pun menghormati pilihannya. Hari selanjutnya ia datang ke kantor Asmindo. “Dengan siapa saya akan digandengkan menuju Pilkada Solo?” tanya Jokowi disambut sorak-sorai seluruh pengurus Asmindo.
Proses pun begitu cepat. Tim Asmindo bergerak sangat agresif. Rupanya mereka sudah mempersiapkan dengan matang. Jokowi memilih jalur kampanye yang jujur dan rendah hati, dia tak ingin memainkan money politics.
“Saya juga mengatakan kepada rekan-rekan saya, tidak ada kampanye yang buang-buang uang,” katanya.
Jokowi pun mantap menggandeng Rudy menuju Pilkada Solo 2005. Jokowi diusung oleh PDIP. Calon wali kota Solo lainnya adalah Ahmad Purnomo-Istar Yuliadi yang diusung PAN, Hardono-Dipokusumo yang diusung Golkar-PD-PKS, dan Slamet-Hengky yang diusung parpol kecil. Hasil Pilkda Solo 27 Juni 2005 itu, Jokowi-Rudy unggul lebih dari 37 persen suara.
“Kemenangan saya benar-benar sebuah kejutan,” katanya.
Itulah sekelumit kisah awal Jokowi terjun ke dunia politik. Setelah sukses menjadi Wali Kota Solo, Jokowi terpilih kembali di periode berikutnya. Jokowi lantas naik kelas mengikuti Pilgub DKI. Setelah sukses memimpin Jakarta, kini Jokowi memenangkan Pilpres dan telah ditetapkan KPU menjadi presiden terpilih. Ikuti kisah-kisah hidup presiden kerempeng Jokowi berikutnya.(van/nrl/imn)